Hello

Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com


Kamis, 18 November 2010

0 International Financial Reporting Standard (IFRS): Tantangan Akuntan dalam Era Globalisasi

Pendahuluan
Standar akuntansi keuangan yang melandasi praktik akuntansi keuangan di suatu negara beragam dan berbeda satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan lingkungan bisnis seperti nilai, budaya, sistem politik, hukum serta tahapan perkembangan ekonomi yang berbeda. Namun dengan semakin pesatnya perkembangan interaksi perdagangan antar negara di era globalisasi ini maka kebutuhan akan konvergensi standar akuntansi internasional yang bisa dipakai oleh semua negara menjadi semakin mendesak dan dibutuhkan oleh semua pihak yang terlibat dalam perdagangan Internasional. Konvergensi ini dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan tentang adanya standar akuntansi yang bisa dipakai sebagai bahasa bisnis global.
Susanto (2006) mengemukakan ada tiga alasan utama yang mendorong perlunya konvergensi (harmonisasi) standar akuntansi internasional yaitu: efisiensi, investasi, dan perdagangan sekuritas pada lebih dari satu negara atau cross border listing. Terciptanya seperangkat standar akuntansi internasional akan menghemat waktu dan biaya dalam kegiatan pencatatan transaksi bisnis dan penyusunan laporan keuangan perusahaan multinasional serta bermanfaat bagi para analis keuangan dalam melakukan perbandingan laporan keuangan antar negara untuk bisnis sejenis. Manfaat lain adalah mempermudah perusahaan yang akan memperdagangkan sekuritas mereka pada pasar modal di berbagai negara.
Perkembangan dalam teknologi informasi juga telah mengubah lingkungan pelaporan keuangan dengan menghapuskan jarak fisik diantara berbagai pihak yang berinteraksi dalam bisnis global sehingga memungkinkan informasi tersedia pada saat yang hampir bersamaan di berbagai tempat yang berbeda. Inilah yang memungkinkan investor bertransaksi di seluruh penjuru dunia tanpa ada kendala batasan wilayah negara. Tetapi ketika perusahaan masih menggunakan standar pelaporan keuangan yang berbeda-beda seperti US GAAP (Generally Accepted Accounting Principles), PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), IAS (International Accounting Standard), maka tuntutan perbandingan laporan keuangan antar negara, ketepatan waktu pelaporan, relevansi informasi, serta investasi antar negara menjadi terhambat. Inilah berbagai faktor yang mendorong pengadopsian IFRS menjadi semakin kuat dibutuhkan.

Tulisan ini akan menguraikan berbagai isu penting dalam rangka pengadopsian IFRS sebagai bahasa bisnis global yang akan diimplementasikan pada tahun 2012, khususnya bagi perusahaan yang memiliki pertanggungjawaban kepada publik atau melakukan transaksi bisnis global. Isu ini meliputi proses terbentuknya International Accounting Standards Board (IASB), perbedaan IFRS dengan GAAP dan PSAK, Penerapan IFRS di Indonesia serta dampaknya bagi perusahaan dan akuntan.

Proses Terbentuknya International Accounting Standards Board (IASB)
Penyusun Standar Internasional berdiri pada bulan Juni tahun 1973 di London, Inggris melalui kesepakatan dari sembilan lembaga akuntansi Internasional. Kesepakatan ini menghasilkan terbentuknya the International Accounting Standards Committee (IASC) yang mewakili empatbelas negara. Anggota IASC termasuk the International Organisation of Securities Commission (IOSCO), the Financial Accounting Standards Board (FASB) dan the European Commission. Pada bulan Maret 1974, IASC menerbitkan Exposure dtaft yang pertama E1- Disclosure of Accounting Policies dan sampai saat ini telah diterbitkan 68 exposure drafts, 41 International Accounting Standards (IAS) dan 25 Interpretations of IAS.
Pada bulan April 2001, the International Accounting Standards Committee Foundation (IASCF) terbentuk di Amerika. Organisasi ini merupakan organisasi induk dari IASB. IASB merupakan penerus dari the International Accounting Standards Committee (IASC) merupakan lembaga independen yang sebagian besar pendanaannya berasal dari kantor akuntan, perusahaan dan institusi finansial swasta, bank serta organisasi internasional dan profesional di seluruh dunia.
IASB beranggotakan 14 board members yang berasal dari sembilan negara (termasuk Amerika) yang masing-masing berhak atas satu suara. Anggota IASB dipilih berdasar pada kompetensi profesional dan pengalaman praktisnya (AICPA, 2008). Sejak Januari 2008, ketua IASB adalah Profesor Sir David Tweedie (KPMG) dan wakilnya Thomas E. Jones (wakil ketua FASB).
Dewasa ini lebih dari 100 negara (lebih dari 12.000 perusahaan) telah mengadopsi penggunaan International Financial Accounting Standard (IFRS) sebagai acuan dalam menyiapkan laporan keuangan perusahaan publik termasuk USA melalui Securities Exchange Commision (SEC). Negara-negara ini antara lain Uni Eropa, Kanada, India, Hong Kong, Australia, Malaysia, Pakistan, Russia, Afrika Selatan, Singapore and Turki. Diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan jumlah negara yang mengadopsi IFRS akan terus bertambah sehingga bisa mencapai 150an negara. Jepang dan Mexico juga telah merencanakan untuk mengkonvergensi (mengeliminasi perbedaan yang signifikan) standar akuntansi nasional mereka.
IASB bertanggungjawab terhadap pengembangan the International Financial Reporting Standards (IFRS ) serta mempromosikan penggunaan dan penerapannya. IFRS adalah nama baru dari International Accounting Standards (IAS) untuk standar yang diterbitkan setelah tahun 2001. IASB bertugas merevisi konstitusi dengan tujuan akhir pengembangkan dan pengaplikasian seperangkat standar akuntansi global yang akan menghasilkan informasi keuangan yang berkualitas tinggi yang akan membantu seluruh partisipan pemain pasar modal dunia dalam pengambilan keputusan ekonomi.
The International Accounting Standards Board dan the US Financial Accounting Standards Board telah berkomitmen untuk menyelaraskan IFRS dan US GAAP sejak Norwalk Accord 2002. Pada tahun 2002 dalam pertemuan di Norwalk, Connecticut, IASB dan FASB sepakat untuk mengurangi perbedaan antara IFRS dan US GAAP (the Norwalk Agreement). Pada bulan Februari 2006 FASB dan IASB menerbitkan Memorandum of Understanding yang di dalamnya terkandung antara lain suatu program yang berisi topik-topik yang harus dikonvergensi sebelum 2008. Salah satu langkah besar penyelarasan ini adalah usulan Securities and Exchange Commission (SEC) di tahun 2007 yang tidak mensyaratkan lagi rekonsiliasi bagi perusahaan asing yang menyiapkan laporan keuangannya dengan menggunakan IFRS. Langkah signifikan berikut adalah konsep SEC yang memperbolehkan perusahaan domestik USA untuk menggunakan IFRS sebagai alternatif US GAAP.
Penyelarasan ini bermakna penyederhanaan pelaporan keuangan dan pengurangan berbagai kendala yang dihadapi perusahaan yang terdaftar di bursa saham terutama di bursa yang memiliki lebih dari satu wilayah hukum dan perusahaan yang sahamnya diperjualbelikan lintas transaksi pasar modal.

Struktur IFRS
IFRS adalah serangkaian standar berbasis prinsip ("principles based" set of standards) yang mengatur pedoman umum sekaligus perlakuan khusus. IFRS terdiri atas:
1. International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah 2001
2. International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum 2001
3. Interpretations Originated from the International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – diterbitkan sesudah 2001
4. Standing Interpretations Committee (SIC) – diterbitkan sebelum 2001

IFRS juga memiliki Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements (Rerangka Penyiapan dan Presentasi Laporan Keuangan) yang menggambarkan beberapa prinsip yang mendasari IFRS, yaitu
1. Objective of financial statements (tujuan laporan keuangan)
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat untuk berbagai pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi dan menyediakan the current financial status suatu entitas bagi pemegang saham dan masyarakat umum.
2. Underlying assumptions (asumsi yang mendasari). Asumsi yang mendasari IFRS adalah:
a. Accrual basis – dampak transaksi dan kejadian lain diakui pada saat terjadinya dan bukan pada saat kas diterima atau dikeluarkan/dibayar.
b. Going concern – Laporan Keuangan disiapkan berbasis pada asumsi bahwa entitas akan terus beroperasi sampai waktu yang tidak terbatas.
3. Qualitative characteristics of financial statements (karakteristik kualitatif laporan keuangan)
a. Understandability
b. Relevance
c. Reliability
d. Comparability.
4. Elements of financial statements (elemen laporan keuangan)
a. Neraca terdiri dari:
• Assets (Aset)– sumber ekonomi yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat kejadian masa lalu yang akan memberikan manfaat ekonomi kepada entitas di masa mendatang.
• Liabilities (Kewajiban)- kewajiban entitas sekarang yang timbul akibat kejadian masa lalu yang penyelesaiannya memerlukan aliran keluar sumber yang memiliki manfaat ekonomi.
• Equity (Ekuitas)- nilai residual aset setelah dikurangi seluruh kewajiban.
b. Laporan Laba Rugi (the statement of comprehensive income) terdiri dari
• Income (Laba) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk aliran masuk atau peningkatan aset atau pengurangan kewajiban.
• Expenses (Biaya) adalah penurunan manfaat ekonomi.
5. Recognition of Elements of Financial Statements
Pengakuan suatu item dalam laporan keuangan dilakukan bila
• kemungkinan manfaat ekonomi masa mendatang akan mengalir ke dan dari entitas serta
• ketika item memiliki kos atau nilai yang dapat diukur dengan tingkat reliabilitas tertentu.
6. Measurement of the Elements of Financial Statements
Pengukuran menggambarkan bagaimana tanggung jawab akuntan menentukan nilai uang (rp) suatu item dalam laporan laba rugi dan neraca. Dasar pengukuran harus diseleksi oleh akuntan dengan penuh tanggung jawab. Terdapat beragam dasar pengukuran dengan berbagai kombinasinya. Dasar ini meliputi (tetapi tidak terbatas pada):
• Historical cost (dominan)
• Current cost
• Realisable (settlement) value
• Present value
7. Concepts of Capital and Capital Maintenance
a. Concepts of Capital
• A financial concept of capital, seperti investasi dalam bentuk finansial berarti modal adalah aset neto atau aset neto entitas.
• A physical concept of capital berarti modal adalah kapasitas produktif entitas.
a. Concepts of Capital Maintenance and the Determination of Profit
• Akuntan dapat memilih mengukur financial capital maintenance (pemeliharaan modal finansial) baik dalam bentuk unit moneter nominal atau constant purchasing power units (unit daya beli konstan).
• Modal fisik dipertahankan ketika kapasitas produktif akhir periode lebih besar daripada awal periode.
• Laba adalah kelebihan yang diperoleh setelah modal awal periode dipertahnkan.
• Ketika akuntan memilih unit moneter nominal, laba adalah peningkatan modal nominal.
• Ketika akuntan memilih daya beli konstan, laba adalah peningkatan daya beli yang diinvestasikan. Hanya kenaikan yang melebihi tingkat inflasi yang diperlakukan sebagai laba.
Daftar Statemen yang telah diterbitkan IFRS:
• IFRS 1 First time Adoption of International Financial Reporting Standards
• IFRS 2 Share-based Payment
• IFRS 3 Business Combinations
• IFRS 4 Insurance Contracts
• IFRS 5 Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations
• IFRS 6 Exploration for and Evaluation of Mineral Resources
• IFRS 7 Financial Instruments: Disclosures
• IFRS 8 Operating Segments
• IAS 1: Presentation of Financial Statements
• IAS 2: Inventories
• IAS 7: Cash Flow Statements
• IAS 8: Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors
• IAS 10: Events After the Balance Sheet Date.
• IAS 11: Construction Contracts
• IAS 12: Income Taxes
• IAS 14: Segment Reporting (superseded by IFRS 8 on January 1, 2008)
• IAS 16: Property, Plant and Equipment
• IAS 17: Leases
• IAS 18: Revenue
• IAS 19: Employee Benefits
• IAS 20: Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
• IAS 21: The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
• IAS 23: Borrowing Costs
• IAS 24: Related Party Disclosures
• IAS 26: Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
• IAS 27: Consolidated Financial Statements
• IAS 28: Investments in Associates
• IAS 29: Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
• IAS 31: Interests in Joint Ventures
• IAS 32: Financial Instruments: Presentation (Financial instruments disclosures are in IFRS 7 Financial Instruments: Disclosures, and no longer in IAS 32)
• IAS 33: Earnings Per Share
• IAS 34: Interim Financial Reporting
• IAS 36: Impairment of Assets
• IAS 37: Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
• IAS 38: Intangible Assets
• IAS 39: Financial Instruments: Recognition and Measurement
• IAS 40: Investment Property
• IAS 41: Agriculture
Daftar Interpretasi:
• Preface to International Financial Reporting Interpretations (Revisi Januari 2006)
• IFRIC 1 Changes in Existing Decommissioning, Restoration and Similar Liabilities (Revisi Januari 2006)
• IFRIC 7 Approach under IAS 29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies (Diterbitkan Februari 2006)
• IFRIC 8 Scope of IFRS 2 (Diterbitkan Februari 2006)
• IFRIC 9 Reassessment of Embedded Derivatives (Diterbitkan April 2006)
• IFRIC 10 Interim Financial Reporting and Impairment (Diterbitkan November 2006)
• IFRIC 11 IFRS 2-Group and Treasury Share Transactions (Diterbitkan November 2006)
• IFRIC 12 Service Concession Arrangements (Diterbitkan November 2006)
• SIC 7 Introduction of the Euro (Revisi Januari 2006)
• SIC 10 Government Assistance-No Specific Relation to Operating Activities (Revisi Januari 2006)
• SIC 12 Consolidation-Special Purpose Entities (Revisi Januari 2006)
• SIC 13 Jointly Controlled Entities-Non-Monetary Contributions by Venturers (Revisi Januari 2006)
• SIC 15 Operating Leases-Incentives (Revisi Januari 2006)
• SIC 21 Income Taxes-Recovery of Revalued Non-Depreciable Assets (Revisi Januari 2006)
• SIC 25 Income Taxes-Changes in the Tax Status of an Entity or its Shareholders (Revisi Januari 2006)
• SIC 27 Evaluating the Substance of Transactions Involving the Legal Form of a Lease (Revisi Januari 2006)
• SIC 29 Disclosure-Service Concession Arrangements (Revisi Januari 2006)
• SIC 31 Revenue-Barter Transactions Involving Advertising Services (Revisi Januari 2006)
• SIC 32 Intangible Assets-Web Site Costs (Revisi Januari 2006)

Persamaan dan Perbedaan IFRS dengan GAAP
Perbandingan antara IFRS dan GAAP dapat dilihat secara lebih rinci dan detail pada lampiran tulisan ini. Tetapi secara garis besar perbedaan yang perlu mendapat perhatian antara lain:
1. IFRS tidak terlalu detail dan rinci, misal penjelasan terkait dengan pengakuan pendapatan.
2. IFRS tidak memperbolehkan penentuan nilai persediaan berbasis Last In First Out (LIFO)
3. IFRS umumnya masih menggunakan historical cost tetapi aktiva tak berwujud, PPE, serta investment property bisa direvaluasi menurut nilai wajar (fair value)
Kesiapan Indonesia Menghadapi Pemberlakuan IFRS 2012
Dalam rangka konvergensi dengan IFRS dan IAS, tiga PSAK revisian DSAK-IAI sudah berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu
1. PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994). PSAK ini hampir sepenuhnya mengadopsi IAS 40 (2003) Investment Property
2. PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan
3. PSAK 17 (1994) : Akuntansi Penyusutan serta PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
Sedangkan dua standar lainnya akan mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2009, yaitu
1. PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu dan
2. PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :
1. PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
2. PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
3. PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.
Selain itu DSAK-IAI juga telah menyetujui Exposure Draft (ED) beberapa PSAK yang terdiri dari tiga PSAK konvensional dan 5 PSAK Syariah yaitu:
1. ED PSAK 14 tentang Persediaan
2. ED PSAK 26 tentang Biaya Pinjaman
3. ED PSAK 58 tentang Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
4. ED PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah
5. ED PSAk 108 tentang Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang Murabahan Bermasalah
6. ED PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sadakah
7. ED PSAK 110 tentang Akuntansi Hawalah
8. ED PSAK 111 tentang Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah

Konvergensi PSAK dengan IFRS:
Pada akhir tahun 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK. Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS. Tahun 2012 merupakan tahun dimana PSAK yang sudah berbasis IFRS sudah wajib diterapkan oleh perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik
Berikut kutipan dari Deloitte News Letter : The Standards Update Vol.1/24-Sep-2007 tentang IFRS Convergence Planning:
IAI merencanakan untuk mengkonvergensi PSAK dengan IFRS sebelum 2012. Sejalan dengan rencana ini, DSAK sedang dalam proses merevisi tiga PSAK sebagai berikut :
• PSAK 22 : Akuntansi untuk Penggabungan Usaha yang direvisi dengan mengacu pada IFRS 3 : Business Combination;
• PSAK 58 : Penghentian Operasi yang direvisi dengan mengacu pada IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; dan
• PSAK 48 : Kerusakan Aset yang direvisi dengan mengacu pada IAS 36 : Impairment of Assets
Penerapan IFRS di Indonesia serta Dampaknya bagi Perusahaan dan Akuntan.
Indonesia pada mulanya cenderung mengikuti standar akuntansi keluaran Amerika yang diterbitkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). Tetapi sejak tahun 1994 Indonesia sudah mulai melakukan harmonisasi dan lebih mendekatkan diri ke International Accounting Standard (IAS).
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menetapkan tahun 2008 sebagai target antara dimana perbedaan-perbedaan mendasar antara PSAK dan IFRS sudah tidak ada lagi. Saat ini, DSAK sudah menyiapkan Exposure Draft (ED) dari 4 buah standar yang sudah disesuaikan dengan standar IFRS yang sesuai. Yang paling ditunggu-tunggu oleh para pengamat dan praktisi adalah ED dari PSAK 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lainnya (Dinhi, 2007).
Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (di tahun berikutnya setelah aktiva dinilai berdasarkan nilai perolehannya). Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revaluation model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revaluation model belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan.
Apa perbedaan historical cost yang selama ini sudah lebih dikenal dengan revaluation model? Revaluation model memperbolehkan PPE dicatat berdasarkan nilai wajarnya. Permasalahannya di Indonesia adalah sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Di dalam peraturan perpajakan, revaluasi aset ke atas dikenai pajak final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aktiva turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revaluation model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan revaluation model. Bukan hanya sistem pajaknya saja yang memberatkan, bila perusahaan memakai revaluation model, tetapi mereka juga harus bersiap-siap untuk keluar uang lebih banyak guna menyewa jasa penilai. Hal ini dikarenakan banyaknya aset tetap yang tidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai aset-aset ini.
Jika ternyata nilai wajar yang ditetapkan penilai berbeda dengan nilai wajar yang ditetapkan auditor dari akuntan publik, biasanya nilai wajar dari auditor yang akan dipakai. Sistem pencatatan akuntansi juga sedikit lebih rumit daripada memakai historical cost. Ketika perusahaan pertama kali berubah dari historical cost model ke revalution model, maka akumulasi penyusutan dihapus dan biaya penyusutan dihitung kembali berdasarkan nilai wajar yang baru. Demikian selanjutnya apabila revaluasi menerbitkan nilai baru, maka biaya penyusutan dihitung kembali. Peraturan lain dari IAS 16 adalah bahwa penerapan nilai wajar tidak bisa diterapkan oleh aktiva secara individu tapi harus secara keseluruhan dalam golongan aktivat tersebut.
Terkait dengan penilian berbasis nilai wajar ini, IASB juga telah menerbitkan dokumen yang mencoba menjawab berbagai pertanyaan terkait dengan nilai wajar instrumen finansial yang tidak aktif (IASCF, 2008) sepetti yang tercantum dalam IAS 39 Financial Instrument: Recognition and Measurement. IASB dan FASB akan terus memastikan dan bekerjasama guna meyakinkan bahwa tujuan pengukuran nilai wajar secara konsisten diterapkan di pasar yang tidak aktif sehingga memungkinkan perbandingan antar wilayah. Untuk memenuhi tujuan pengukuran nilai wajar ini suatu entitas mengukur nilai instrumen finansial dengan mempertimbangkan seluruh informasi pasar yang relevan yang tersedia. Kalau data yang tersedia tidak diperoleh maka nilai wajar akan ditentukan berdasar teknik valuasi yang berdasar pada asumsi manajemen tentang aliran kas di masa mendatang dengan penyesuaian yang memadai (discount rate)
Melalui milis FORKAP (Forum Kantor Akuntan Publik) 4 Maret 2008, Bapak Ahmadi Hadibroto (ketua IAI) menginformasikan perkembangan terakhir Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia. Pada bulan Januari 2008 yang lalu, DSAK menyampaikan rencana pengembangan PSAK sebagai berikut :
1. Penyusunan SAK-UKM
DSAK sejak tahun lalu sudah mulai menyusun SAK untuk UKM. Jika tidak ada halangan, exposure draftnya akan diterbitkan dalam beberapa bulan mendatang dan diharapkan dapat disahkan tahun ini juga.
2. Penyusunan SAK Nasional
SAK Nasional adalah SAK khusus yang tidak dicakup dalam IFRS, yaitu :
a. SAK untuk transaksi berbasis syariah, ditargetkan rampung tahun ini juga;
b. SAK untuk badan layanan umum, target 2008-2009;
c. SAK untuk entitas nirlaba, target 2009-2010;
d. SAK untuk derivasi peraturan perundang-undangan, target 2010-2012
3. Konvergensi dengan IFRS
a. Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;
b. Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;
c. Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.
Melihat program pengembangan standar akuntansi di atas, jelas terlihat bahwa pengembangan PSAK untuk UKM dan kebutuhan spesifik nasional kita didahulukan. Bahkan nantinya PSAK berbasis IFRS tidak wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lokal yang tidak memiliki akuntabilitas publik.

Dampak Penerapan IFRS bagi Akuntan dan Perusahaan Indonesia
Dengan diadopsinya IFRS tentu saja para akuntan wajib mengikuti semua perkembangan, perubahan dalam penyusunan laporan keuangan berbasis IFRS khususnya untuk standar yang memiliki perlakuan berbeda. Menjadi kebutuhan mutlak bagi semua pihak terkait (akuntan, analis, praktisi, pendidik, mahasiswa, aktuaris, pelaku pasar modal, organisasi profesi) untuk memperbaharui pengetahuan mereka dalam memahami perlakuan akuntansi yang berbeda. Perlu diselenggarakan training terstruktur bagi mereka yang membutuhkan serta memasukkan IFRS dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

0 komentar:

Posting Komentar