A.
Adat
Sukat Kelahiran
1.
Konteks
Kebudayaan
Kelahiran dalam
masyarakat Dayak Tonyooi merupakan Anugerah yang luar biasa terutama bagi
pasangan suami-istri yang telah lama menantikan kehadiran sang anak. Hal itu
tercermin dalam berbagai upaya yang ditempuh agar kelahiran berjalan lancar.
Upaya-upaya agar kelahiran berjalan lancar antara lain dengan cara ngerasiq-ngeradak,
ngeliatn dan secara rutin mengadakan pemeriksaan. Ngerasiq-ngeradak
merupakan kegiatan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan ibu hamil
serta janinnya. Ngerasiq-ngeradak dilakukan melalui acara ritual
dengan tujuan sang ibu tetap sehat sehingga bayi akan lahir dalam kondisi sehat
pula. Tradisi Ngerasiq-ngeradak merupakan tradisi yang tak dapat
diabaikan, meskipun tidak melaksanakan kegiatan ini tidak akan dikenakan sanksi
adat.
Ngeliatn atau
berpantang
adalah suatu tradisi secara turun-temurun pada saat masa kehamilan,
sang suami dan istri wajib berpantang. Pantangan yang biasa dilakukan sang
istri pada masa kehamilan adalah:
a. tidak
boleh menggendong labu air; agar saat melahirkan tidak terlalu banyak mengeluarkan
air,
b. tidak
boleh melilitkan kain (handuk, sarung, baju dan lain-lain) pada bahu atau leher;
agar tali pusar bayi tidak membentuk lingkaran, sehingga mempersulit proses
persalinan,
c. tidak
boleh duduk di papan atau membuat pais; agar tidak terdapat selaput yang
menghambat proses persalinan.
Sedangkan pantangan yang dilakukan oleh
pihak suami lebih banyak dibandingkan pantangan sang istri selama masa kehamilan.
Pantangan yang dilakukan oleh pihak suami adalah:
a. tidak
boleh mencukur rambut; agar rambut si bayi nanti akan tumbuh sempurna,
b. tidak
boleh ikut serta dalam dalam kegiatan membuat peti mati; kendatipun yang
meninggal dunia adalah tetangga atau keluarga dekatnya sendiri,
c. tidak
boleh membuat patung,
d. tidak
boleh memasang paku; agar pada saat proses persalinan dapat berjalan dengan lancar,
e. tidak
boleh berselingkuh dengan wanita lain, dan
f. tidak
boleh memotong atau menyembelih hewan.
Selain
pantangan-pantangan, penggunaan tumar (kayu/benda penangkal roh
jahat dan pembacaan pengkalang (mantera) selalu dilakukan secara rutin untuk menjauhkan
pengaruh roh-roh jahat.
2.
Prinsip
Kebijaksanaan Adat
Prinsip kebijaksanaan adat dalam hal
kelahiran dalam etnis Tonyooi tetap mengacu pada sikap sempekat sempawat, baik
itu lahir normal maupun lahir yang mengakibatkan anak atau ibunya meninggal.
3.
Rumusan
Aturan Adat
Masa persalinan
merupakan suasana yang menegangkan. Para pemeloloos (dukun) yang membantu
persalinan akan berupaya semampunya agar bayi dan ibunya selamatnya. Setelah bayi
lahir, tali pusarnya dipotong dengan “Rirau”, berupa pisau dari bamboo dan
bayinya kemudian dimandikan lalu tubuhnya dibungkus dengan kain yang lembut
secara berhati-hati. Demikian pula ibunya segera dimandikan dan pinggangnya
dibebat dengan kain dan dibaringkan da atas sentaratn.
Proses persalinan
biasanya ditolong oleh dukun, dan sebagai imbalannya dikenal dengan istilah
upah pemeloloos
yang terdiri atas:
a. Satu
mekau jika persalinan tergolong sulit,
b. Satu
potong kain,
c. Piring
atau pisau untuk memperkuat ketahanan juus (roh) bayi; agar mampu bertahan
terhadap berbagai cobaan dari roh,
d. Satu
buah tombak,
e. Seekor
anak ayam, dan
f. Tutu
jaunt; ini diperlukan jika pemeloloos dipanggil pada malam hari. Tutu jaunt
adalah satu piring putih yang diberikan sebelum pemeloloos berangkat.
Dukun yang membantu
proses persalinan akan menerima sejumlah upah yang disebut “lalus
temaai” bersama dengan ”pujut-penguyut, edoos pemeloloos”. “pujut-penguyut
dan edoos pemeloloos adalah roh yang berperan menangani persalinan,
seluruh pemeloloos (dukun beranak) wajib mengundang roh-roh tersebut
dan menerima sejumlah upah bersamanya.
4.
Sanksi
Denda Adat
Apabila terjadi
pelanggaran terhadap rumusan diatas, maka yang bersangkutan harus membayar
denda sesuai dengan rencak-rencik yang tercantum sebagai lalus temaai beserta jomit
burai.
sumber: Penulisan Hukum Adat Dayak (Tonyooi, Benuaq dan Bahau),
BAPPEDA Kutai Barat.