SEJARAH KAMPUNG LINGGANG MELAPEH
"Benua"
dalam Bahasa Rentenukng berarti wilayah geo-politis (prinsip
lokalitas-geoanalogis) orang Rentenukng yang menurut kepercayaan mereka
diwariskan atau bahkan ditetapkan oleh Sengkreaaq Delapan Bersaudara
(Sengkreaaq Kalukng). Kampung-kampung induk dari orang Rentenukng
sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan "Luntuq" (Dataran Tinggi
Linggang) yang dianggap sebagai "Tanah Leluhur" bagi orang Rentenukng
sekarang ini. Menurut Sengkreaaq, daerah ini bermakna sebagai "Tana
Purai Ngerimaan" artinya Tanah Damai, Makmur dan Sejahtera. Inilah yang
menjadi esensi "world wiew" dari semua orang Rentenukng sejak dahulu
hingga sekarang ini. Komunitas Rentenukng sekarang percaya bahwa mereka
masih memegang bukti mitologis berupa "Ibu jari Sengkreaaq" (Toar Angaaq
Sengkreaaq) dan "Kepingan Langit" (Bitt Langit) yang terwariskan dari
Sengkreaaq tersebut.
Tiga
kampung induk komunitas rentenukng adalah Kampung Linggang Bigung,
Kampung Linggang Amer, dan Kampung Linggang Melapeh. Dari ketiga kampung
ini, kemudian terbelah menjadi beberapa kampung kecil lainnya di
wilayah Kecamatan Linggang Bigung dan Kecamatan lainnya di Kutai Barat.
Tujuh kampung dari 12 kampung tersebut berada di Kecamatan Linggang
Bigung. Namun benang merah dari semua kampung orang Rentenukng adalah
silsilah tunggal yang bersumber dari Sengkreaaq Walo di Engkalakng (di
Hilir Kampung Jelemuq sekarang). Di daerah ini ada kemungkinan besar
tersimpan data arkeologis berupa pancuran Sengkreaaq, leluhur orang
Rentenukng.
Nama Linggang
berasal dari sebuah nama gong pusaka milik orang Rentenukng yang disebut
Lingakng. Gong ini terdiri dari 3 buah yaitu 1) Lingakng, 2) mentiungk,
dan 3) Jaragan. Dari cerita lisan para tetua kampung, ketiga gong ini
dalam perjalanan pulang dari pengembaraan di Hulu Mahakam
(Rantau-Nuungk) menuju dataran tinggi Linggang tenggelam di daerah
Sungai Haan dikenal dengan Ulak Lingakng (daerah di Ulu Mahakam), karena
saat itu mereka diserang oleh musuh yang pergi mengayau (Ballaaq).
NAMA DAN GELAR KAMPUNG LINGGANG MELAPEH
Nama
"Melapeh" berasal dari kata "Kelapeh". "Kelapeh" adalah jenis kayu di
hutan belantara. Kampung Linggang Melapeh ini tergolong sebagai yang
berjenis kelamin perempuan atau "Luuq Waweeq", karena udaranya yang
sejuk di malam hari, dan masyarakatnya damai, aman, dan tenteram. Orang
Rentenukng lebih suka diam, daripada berdebat! Lebih suka bekerja,
daripada bicara! Orang Benuaq memberi gelar Kampung Linggang Melapeh ini
dengan sebutan Samukng Jukukng, artinya bentuk kampung ini menyerupai
sebuah perahu besar yang indah dan rapi.
KAPAN DAN SIAPA PENDIRI KAMPUNG LINGGANG MELAPEH?
Kampung Linggang Melapeh berdiri pada tahun 1915.
Pendiri
pertama Kampung Melapeh adalah Bangun Arun yang berasal dari Luuq
Tokokng, sebuah kampung dari ratusan kampung sebelum berdirinya Kampung
Linggang Melapeh. Kampung Linggang Melapeh ini sendiri mulanya merupakan
pemekaran dari Kampung Linggang Bigung. Kampung Linggang Bigung
sebelumnya adalah Kampung keraay, yang hancur dalam serangkaian perang
suku pada awal abad ke-19.
Kampung
Linggang Melapeh sekarang ini jika dilihat ke belakang, telah mengalami
perpindahan kampung lebih dari 200 atau sekitar 280 kampung
terdahulunya yang disebut "Puncutn Luuq". Lembo kampung (Munaan Luuq)
yang berada di Hulu Kampung sekarang adalah bekass Kampung Melapeh yang
lama. Kampung lama tersebut berasal dari area lahan hutan tanah
perladangan secara berkelompok di jaman lampau hingga akhirnya terbentuk
Kampung Linggang Melapeh sekarang ini.
Perpindahan kampung disebabkan beberapa alasan:
1. karena mengikuti lahan yang subur bagi perladangan,
2. karena wabah penyakit
3. karena adanya mimpi-mimpi buruk, dan
4. karena konflik internal di kalangan elit petinggi komunitas.
Beberapa
pandangan menyebutkan bahwa terjadinya perpindahan tersebut disebabkan
oleh praktek headhunting (mengayau atau ballaq) di antara komunitas suku
dayak di masa lampau. Kepala manusia sebagai bukti penggayau masih ada
tersimpan oleh Mangku orang Rentenukng di Linggang Bigung hingga
sekarang.
KEPALA ADAT DAN PETINGGI YANG PERTAMA
Kepala
Adat pertama Kampung Linggang Melapeh adalah Ulaq atau yang disebut
Empon Sangkitn, sedangkan petingginya yang pertama adalah Tebon atau
yang disebut Empon Tango. Semangat kepemimpinan dan kebijaksanaan adat
dan hukum adat hingga sekarang berpedoman pada Empon Sangkitn.
KEPALA ADAT KAMPUNG LINGGANG MELAPEH (1915-2012)
1. Ulaq yang disebut Empon Sangkitn,
2. Tebon yang disebut Empon Tango,
3. Empon Netetn,
4. Taruk yang disebut Taman Nantah, dan
5. E. Melamun yang disebut Taman Felix (sekarang)
PETINGGI KAMPUNG LINGGANG MELAPEH (1915-2015)
1. Tebon yang disebut Empon Tango,
2. Joya yang disebut Taman Reuh,
3. Ajak yang disebut Taman Madjan,
4. Leneq yang disebut Taman Thomas,
5. Taruk yang disebut Taman Nantah,
6. Dimas yang disebut Taman Yanti,
7. Djanmin (Plt. E. Kueng yang disebut Taman Duun),
8. Syahdan Yupenalis yang disebut Taman Rusli , dan
9. Yudi Hermawan yang disebut Taman Rio (Sekarang).