Hello

Marquee Tag - http://www.marqueetextlive.com


Selasa, 09 September 2014

0 HUKUM ADAT DAYAK TONYOOI (1)

HUKUM ADAT DAYAK TONYOOI

A.    Adat Sukat Kelahiran
1.      Konteks Kebudayaan
Kelahiran dalam masyarakat Dayak Tonyooi merupakan Anugerah yang luar biasa terutama bagi pasangan suami-istri yang telah lama menantikan kehadiran sang anak. Hal itu tercermin dalam berbagai upaya yang ditempuh agar kelahiran berjalan lancar. Upaya-upaya agar kelahiran berjalan lancar antara lain dengan cara ngerasiq-ngeradak, ngeliatn dan secara rutin mengadakan pemeriksaan. Ngerasiq-ngeradak merupakan kegiatan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan ibu hamil serta janinnya. Ngerasiq-ngeradak dilakukan melalui acara ritual dengan tujuan sang ibu tetap sehat sehingga bayi akan lahir dalam kondisi sehat pula. Tradisi Ngerasiq-ngeradak merupakan tradisi yang tak dapat diabaikan, meskipun tidak melaksanakan kegiatan ini tidak akan dikenakan sanksi adat.
Ngeliatn atau berpantang adalah suatu tradisi secara turun-temurun pada saat masa kehamilan, sang suami dan istri wajib berpantang. Pantangan yang biasa dilakukan sang istri pada masa kehamilan adalah:
a. tidak boleh menggendong labu air; agar saat melahirkan tidak terlalu banyak mengeluarkan air,
b.   tidak boleh melilitkan kain (handuk, sarung, baju dan lain-lain) pada bahu atau leher; agar tali pusar bayi tidak membentuk lingkaran, sehingga mempersulit proses persalinan,
c.  tidak boleh duduk di papan atau membuat pais; agar tidak terdapat selaput yang menghambat proses persalinan.
Sedangkan pantangan yang dilakukan oleh pihak suami lebih banyak dibandingkan pantangan sang istri selama masa kehamilan. Pantangan yang dilakukan oleh pihak suami adalah:
a.       tidak boleh mencukur rambut; agar rambut si bayi nanti akan tumbuh sempurna,
b.   tidak boleh ikut serta dalam dalam kegiatan membuat peti mati; kendatipun yang meninggal dunia adalah tetangga atau keluarga dekatnya sendiri,
c.       tidak boleh membuat patung,
d.    tidak boleh memasang paku; agar pada saat proses persalinan dapat berjalan dengan lancar,
e.      tidak boleh berselingkuh dengan wanita lain, dan
f.       tidak boleh memotong atau menyembelih hewan.
Selain pantangan-pantangan, penggunaan tumar (kayu/benda penangkal roh jahat dan pembacaan pengkalang (mantera) selalu dilakukan secara rutin untuk menjauhkan pengaruh roh-roh jahat.
 
2.      Prinsip Kebijaksanaan Adat
Prinsip kebijaksanaan adat dalam hal kelahiran dalam etnis Tonyooi tetap mengacu pada sikap sempekat sempawat, baik itu lahir normal maupun lahir yang mengakibatkan anak atau ibunya meninggal.

3.      Rumusan Aturan Adat
Masa persalinan merupakan suasana yang menegangkan. Para pemeloloos (dukun) yang membantu persalinan akan berupaya semampunya agar bayi dan ibunya selamatnya. Setelah bayi lahir, tali pusarnya dipotong dengan “Rirau”, berupa pisau dari bamboo dan bayinya kemudian dimandikan lalu tubuhnya dibungkus dengan kain yang lembut secara berhati-hati. Demikian pula ibunya segera dimandikan dan pinggangnya dibebat dengan kain dan dibaringkan da atas sentaratn.
Proses persalinan biasanya ditolong oleh dukun, dan sebagai imbalannya dikenal dengan istilah upah pemeloloos yang terdiri atas:
a.       Satu mekau jika persalinan tergolong sulit,
b.      Satu potong kain,
c.     Piring atau pisau untuk memperkuat ketahanan juus (roh) bayi; agar mampu bertahan terhadap berbagai cobaan dari roh,
d.      Satu buah tombak,
e.       Seekor anak ayam, dan
f.    Tutu jaunt; ini diperlukan jika pemeloloos  dipanggil pada malam hari. Tutu jaunt adalah satu piring putih yang diberikan sebelum pemeloloos  berangkat.
Dukun yang membantu proses persalinan akan menerima sejumlah upah yang disebut “lalus temaai” bersama dengan ”pujut-penguyut, edoos pemeloloos”. “pujut-penguyut dan edoos pemeloloos adalah roh yang berperan menangani persalinan, seluruh pemeloloos (dukun beranak) wajib mengundang roh-roh tersebut dan menerima sejumlah upah bersamanya.

4.      Sanksi Denda Adat
Apabila terjadi pelanggaran terhadap rumusan diatas, maka yang bersangkutan harus membayar denda sesuai dengan rencak-rencik yang tercantum sebagai lalus temaai beserta jomit burai.


sumber: Penulisan Hukum Adat Dayak (Tonyooi, Benuaq dan Bahau), 
BAPPEDA Kutai Barat.

Kamis, 16 Mei 2013

0 Vick_Phan

 Vick_Phan
bersamamu aku merasakan sperti orang
yang paling istimewa
bersamamu aku seperti bintang-bintang 
yang slalu bersinar
aku bahagia
aku bahagia
bersamamu aku merasakan kedamaian 
yang tiada terkira
bersamamu aku seperti matahari 
yang slalu menyinari
aku bahagia
aku bahagia
bersamamu aku bagai langit yang 
selalu menaungi hatimu
bersamamu aku seperti pelangi yang
 menghiasi duniamu
aku bahagia, aku bahagia
bersamamu aku merasa bahagia yang
sesungguhnya
bersamamu di sisa hidupku
bagiku kaulah segalanya





0 BELAJAR MENSYUKURI ANUGERAH

Rumput di rumah tetangga selalu terlihat lebih hijau. Pepatah itu tepat untuk menggambarkan sifat manusia yang selalu tidak puas dengan apa yang dimilikinya.

Inilah kenyataan yang sering kita alami, membandingkan keberadaan kita dengan orang lain, lantai berpikir alangkah beruntungnya dia. Kita selalu menganggap yang dimiliki orang orang lain lebih baik dari yang kita miliki. Bahkan, kondisi orang lain yang tidak memiliki apa yang kita miliki pun, sering kali kita lihat sebagai suatu keberuntungan.

Sesungguhnya, pikiran kitalah yang membuat kita menerima segala sesuatu yang membuat kita menerima segala sesuatu sebagai keuntungan atau beban. Jika kita menanamkan dalam diri bahwa segala yang kita miliki adalah baik, maka kita akan menerimanya sebagai anugerah. Sebaliknya, jika kita membiarkan diri kita selalu tidak puas dengan kondisi yang ada, maka sampai kapan pun kita tidak akan bisa menikmati hidup.

Rabu, 13 Februari 2013

0 Linggang Melapeh Percontohan Wisata Budaya

Miliki Danau Terindah dan Ratusan Fauna
Kampung Linggang Melapeh berpotensi dikembangkan sebagai kampung percontohan di Kutai Barat. Di Linggang Melapeh tersedia fasilitas dan jalur transportasi, pola hidup masyarakat dan potensi wilayah yang alami sehingga mendorong perekonomian setempat.

Seperti Danau Aco, merupakan salah satu objek wisata di Kampung Linggang Melapeh yang ditetapkan sebagai daerah wisata alam oleh Pemkab Kubar. Danau ini memiliki karakter cukup unik dan menawan, terletak di atas bukit. Di sekelilingnya tumbuh pepohonan tipe hutan sekunder. Air danau ini selalu terisi meskipun musim kemarau. Beberapa jenis burung seperti elang dan rangkong, sering hinggap di dahan pohon, Sehingga ramai terdengar kicauan, terutama saat pagi atau sore hari.Dari puncak bukit Danau Aco ini kita dapat melepas pandang ke arah hijaunya hutan Gunung Eno atau memandang jauh hingga terlihat kawasan Kecamatan Barong Tongkok. 
Selain Danau Aco sebagai objek wisata, berdasarkan survei WWF ditemukan banyak objek wisata. Yakni hutan lindung Kampung Gunung Eno, Danau Aco, Jantur (air terjun) Tabalas, Jantur Lomuq, Jantur Pajaai, dan Jantur Ataai. Sebagai kampung wisata, Linggang Melapeh akan menawarkan daya tarik wisata budaya dan alam serta objek penelitian.
Meskipun wilayah Kampung Linggang Melapeh berada di luar kawasan Heart of Borneo, namun kampung ini memiliki kekayaan hayati. Salah satunya keberagaman hayati, kawasan lindung Gunung Eno. Dari studi keberagaman hayati pada 2012 lalu, kawasan ini menyimpan kekayaan hayati yang masih tinggi. Yakni jenis mamalia (11 jenis), abifauna (20 jenis), herpetofauna (22 jenis), tumbuhan berkayu (129 jenis), dan tumbuhan yang berfungsi sebagai obat (10 jenis). Dari 93 jenis fauna, terdapat 77 jenis masuk dalam kategori dilindungi.

Di Kampung Linggang Melapeh setidaknya terdapat enam sungai kecil yang melintasi wilayahnya, yakni Sungai Maap, Sungai Pajaai, Sungai Sulau, Sungai Bermau, Sungai Senteri, dan Sungai Betitikng. Sungai ini bersumber dari beberapa mata air yang terdapat di sekitar perbukitan yang masih berhutan.


#kaltimpost


 

0 AYUUS DAN SILUUQ

AYUUS DAN SILUUQ BERPISAH SELAMANYA

Pada zaman dahulu, hiduplah Ayus dan Siluuq. Keduanya merupakan kakak beradik. Ayus berjenis kelamin laki-laki dan Siluuq adalah perempuan. Ayus suka masuk hutan dan berburu, sedangkan Siluuq adalah seorang petugas ritual belian. Ayus setiap hari pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang meminta bantuannya dengan ritual belian.

Pada suatu hari Ayus pergi ke hutan untuk berburu dengan membawa seeokor anjing dan tombak. Setibanya Ayus di dalam hutan, maka anjingnya dengan gesit mengejar dan menyalak binatang buruannya, yakni babi hutan. Suara anjing menyalak tersebut seakan memecahkan keheningan rimba belantara. Tidak susah bagi Ayus dan anjingnya untuk mendapatkan binatang buruan, karena anjingya itu sangat galak dan buas terhadap binatang buruan yang ditemuinya. Ayus juga memiliki keahlian untuk menangkap binatang buruannya. Setelah membunuh babi hutan itu, maka segera dibawanya pulang untuk secepatnya dimasak.

Sesampainya di rumah, maka Ayus langsung mencincang daging babi tersebut, kemudian Ayus memerintahkan adiknya, Siluuq untuk segera memasak daging babi tersebut. 
”Siluuq …!”, kata Ayus memanggil adiknya. Tolong kamu masak daging babi ini … !.
“Ah, saya tidak bisa … , kamu saja yang memasak …!, jawab Siluuq tegas dan ketus.
Lantas Ayus menjawab lagi, “Lho … apa yang membuatmu tampak repot sekali …?
Siluuq menjawab, “Saya harus segera datang ke tempat orang yang sakit, mereka baru saja datang ke mari minta bantuan saya untuk mengobati keluarganya yang sakit parah di rumahnya.”
Dengan agak jengkel Ayus menjawab “Setiap hari kerjamu itu-itu saja, pergi dan pergi terus, tidak pernah betah di rumah dan mengurus kegiatan di rumah kita ini.”
Namun Siluuq tetap pada pendiriannya, “Pokoknya kamu saja yang memasak daging babi hutan itu”.
Perdebatan sengit tidak dapat terelakkan lagi antara Ayus dan adiknya. Setelah Siluuq mendengar kakaknya yang marah-marah, maka ia ingin segera pergi jauh-jauh dari kakaknya, tetapi kakaknya selalu tidak mengizinkan. Akhirnya Siluuq berkata kepada Ayus, “Kalau kamu marah-marah terus dengan saya, maka lebih baik saya pergi dari rumah ini, dan biarlah kita hidup dengan kesibukan pekerjaan kita masing-masing”.
Dengan perasaan marah sang kakak menjawab, “Tidak bisa … pokoknya kamu tidak bisa pergi … dari rumah kita ini”. Karena tidak mau ribut, kali ini Siluuq membatalkan kepergiannya, dan mereka menjadi damai dan tidak bertengkar lagi. Sejak itu, apapun yang mereka kerjakan selalu bersama-sama, kalau kerjaan itu menyangkut pekerjaan di rumah. Tanpa disadari oleh Siluuq dan Ayus bahwa kebiasaan-kebiasaan mereka kembali terulang, yaitu Ayus pergi berburu, sedangkan Siluuq pergi mengobati orang sakit.

Di suatu pagi yang cerah, Ayus pergi berburu babi hutan yang merusak tanamannya di ladang malam tadi, dengan membawa satu ekor anjing dan sebuah tombak, sedangkan Siluuq ditinggalkannya sendirian di rumah. Dalam tempo yang tidak terlalu lama, Ayus sudah kembali dari hutan dan membawa pulang seekor babi. Sesampainya di rumah, maka disuruhnya Siluuq untuk memasak daging babi yang sudah dicincang di hutan tersebut. “Dik, panggilnya, tolong kamu masak daging babi hutan ini secepatnya, agar kita cepat makan dan tidak membusuk.” Tetapi apa yang terjadi, ternyata perintah kakaknya itu tidak digubris sama sekali oleh Siluuq, bahkan dijawab dengan nada semakin menantang suruhan kakaknya itu kali ini.
Siluq menjawab, “Wah … tidak bisa kak …, karena saya buru-buru pergi mengobati orang yang sedang sakit keras. Tadi ada orang yang meminta bantuan saya.” Pokoknya kakak saja yang memasak, karena kakak tidak pergi kemana-mana lagi bukan?”.
 
Perdebatan kali ini juga membuat Siluuq benar-benar kesal mendengar kakaknya yang selalu marah kepadanya, sehingga membuat Siluuq semakin nekat untuk pergi dari rumahnya. Siluuq berkata, “Pokoknya saya harus pergi dari rumah ini, karena saya sudah tidak betah tinggal di rumah ini'. Ayus mendengar omelan adiknya demikian, maka bertambah marah dan tetap melarang adiknya pergi dari rumah mereka. Ayus berkata, “Tidak bisa … sekali saya katakan tidak bisa, ya tetap tidak bisa”, bentak Ayus kepada adiknya.
Siluq pun menjawah dengan tegas, “Biar kakak melarang saya untuk pergi, tapi saya tetap harus pergi. Ini demi kebaikan kita berdua, kalau kakak rindu kepada saya, maka kakak bisa saja pergi ke tempat saya.”
Meski telah ada penjelasan simpatik dari Siluuq tersebut, namun tetap saja Ayus melarang adiknya itu pergi, tapi Siluuq kali ini tidak menghiraukan lagi nasihat dari kakaknya.

Di pagi hari yang cerah, sang mentari menerangi cakrawala, kicau burung seakan-akan mengiringi kepergian Siluuq, sebab Siluuq memang benar-benar pergi dari rumah. Segala kebutuhan di perantauan termasuk ayam kesayangannya, tak luput dibawanya serta, dengan hanya memakai sebuah sampan, Siluuq milir ke Bilukng Belau. Ayus sang kakak tetap tidak mengizinkan adiknya pergi, sehingga Ayus membuat batu penghalang di setiap sungai yang akan dilalui oleh Siluuq, tetapi upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Begitu batu penghalang itu selesai diciptakan oleh Ayus, maka suara kokok ayam Siluuq ternyata sudah berada jauh di sebelah hilir dari batu penghalang tersebut. Penghadangan demikian
telah banyak dibuat oleh Ayus, agar adiknya tidak dapat pergi, namun semuanya tidak membawa hasil apa-apa, hingga akhirnya Siluuq sampai ke tujuannya, yaitu Bilukng Belau.
 
Akhirnya Ayus dengan susah payah tiba juga di Bilukng Belau lantaran mengejar Siluuq, adiknya itu. Ayus dan Siluuq kembali hidup bersama di Bilukng Belau, tetapi bukan diartikan sebagai suami dan isteri, tetapi hanya sebatas hubungan kakak dengan adik, karena memang mereka bersaudara. Dari sehari, sebulan bahkan hingga bertahun-tahun mereka hidup dengan tenteram dan damai. Namun, kebiasaan-kebiasaan mereka yang dulu kembali kambuh lagi.

Pada suatu hari, Ayus pergi berburu ke dalam hutan belantara dengan seekor anjingnya. Tak lama lama anjing itu telah menyalak dengan seru sebagai pertanda bahwa telah ada binatang buruan. Dengan keahlian sang anjing, bahwa binatang buruan tersebut sudah mati diterkam anjingnya itu, tanpa bantuan Ayus sendiri. Ayus tinggal mengambil saja bangkai binatang tersebut dan membawa pulang.

Seperti kebiasaanya dulu, Ayus menyuruh adiknya memasak dan selalu mendapat sanggahan dari adiknya. Perseteruan kembali terjadi antara kakak-adik tersebut. Kali ini Ayus benar-benar marah kepada adiknya, sehingga adiknya itu mau dibunuhnya pada saat perkelahian tersebut. Ayus berkata dengan geram, “Lebih baik kamu ini saya bunuh saja daripada saya mengharapkan kamu, namun kamu selalu tidak mau membantu saya,” ancam sang kakak. Siluuq pun menjawab dengan tegar, “Silahkan saja kalau memang kamu berani membunuh saya”. Ayus mengambil tombaknya dengan maksud membunuh Siluuq, tetapi tidak berhasil, karena Siluuq melawan dan merampas tombak yang dipegang Ayus. Ayus tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena semua senjatanya sudah berada dalam tangan Siluuq. Siluuq sendiri hanya berniat merampas semua senjata dari tangan kakaknya, bukan bermaksud membunuh kakaknya. Namun Siluuq melampiaskan kemarahannya terhadap anjing kesayangan Ayus. Siluuq menendang anjing tersebut, sehingga berubah menjadi makhluk yang suka mengganggu pikiran manusia. Setelah itu Siluuq menendang babi hasil buruan Ayus yang berubah menjadi pohon bakau. Ayus hanya dapat berdiam diri melihat kesaktian adiknya tersebut. Tidak hanya itu saja yang dilakukan oleh Siluuq, tetapi ia mengusir kakaknya, agar pulang ke Kampung halaman, yaitu ke Benaliiq, di hulu muara Sentawar.

Konon kelakuan anjing yang disihir oleh Siluuq tadi, bisa merasuki pikiran orang, sehingga orang yang tadinya pendiam menjadi nakal. Orang yang patuh kepada orang tuanya, bisa berubah jadi berani melawan orang tuanya sendiri, dan masih banyak lagi kelakuan manusia yang aneh-aneh yang berasal dari sihir Siluq tersebut. “Lebih baik kamu pulang saja ke Benaliiq dan membawa anjing jelekmu itu, karena anjingmu itu sangat senang merusak pikiran orang.” kata Siluq setelah agak reda amarahnya. “Biar kamu tidak menyuruh saya pulang, toh saya akan tetap pulang juga,” sambung Ayus.
 
Ayus berangkat mudik melalui sungai Mahakam dan singgah sebentar di Kutai Lama. Di Kutai Lama pada waktu itu telah diadakan Upacara Erau. Ayus mampir di Kutai Lama dengan maksud hanya menonton saja, akan tetapi Ayus malah ikut ambil bagian dalam sebuah pertandingan. Pertandingan tersebut adalah pertandingan yang disebut “Tapi” atau bebintisan atau adu kekuatan kaki. Satu persatu orang di situ sudah dikalahkan oleh seseorang yang sangat tangguh, sehingga tak seorang pun lagi yang berani menantangnya. Orang itu mengundang, “Ayo … siapa lagi yang berani menantang saya, maka silahkan maju … ?” Tak seorangpun di antara penonton di arena itu yang berani menyambut tawaran tersebut. Ayus merasa jengkel dan kesal melihat kecongkakan orang tersebut. Maka Ayus berkata, “Tunggu … saya yang akan bertarung dengan anda, seraya Ayus memukul-mukul dadanya sendiri.” Pertandingan itu dimenangkan oleh Ayus. Bintisan Ayus menyebabkan kaki pemuda tadi patah dan hancur sehingga pemuda itu hanya bisa menggelepar-gelepar di tanah. Melihat pemuda tadi telah kalah dan tidak ada lagi yang bisa melawan Ayus bahkan sebaliknya mereka malah ingin membunuh Ayus. Jika keinginan membunuh Ayus itu pun gagal, toh mereka sepakat untuk mengusir Ayus dari Kutai Lama.

Ayuus kemudian mudik ke hulu melalui sungai Mahakam dan singgah di Muara Pahu, dan di sinilah Ayus menunjukkan kesaktiannya dengan menancapkan tiang Lamin Raden Baroh, sehingga hampir setinggi tiang juga masuk ke dalam tanah. Dari Muara Pahu, Ayus mudik lagi menuju ke Jelauu, di tempat ini kembali Ayus membuat patung yang menyerupai dirinya sendiri yang disebut Batuuq Sepatukng Ayus. Dan Ayuus terus mudik sungai Pahu dan sampai ke Jerakng Dasak, di tempat ini pula Ayus memperlihatkan kesaktiannya di daerah tersebut, yaitu dengan memutar balikan pohon benggeris yang berdiameter delapan depa di situ, sehingga pohon benggeris terbalik, dengan daunnya di tanah dan akarnya di sebelah atas. Ayus hanya sampai di daerah tersebut saja dengan memperlihatkan kesaktiannya, dan kemudian kembali milir dan masuk sungai Mahakam menuju tempat kelahirannya di Benaliiq di hulu muara sungai Sentawar. Dengan demikian, akhirnya Ayus dan Siluuq benar-benar berpisah menjalani kehidupan masing-masing untuk selama-lamanya.


#Unknow